MAKALAH
ISLAM DAN PLURALISME
Dipresentasikan dalam Mata Kuliah
Pengantar Studi Islam
yang diampu oleh: M. Rikza Chamami, MSI
Disusun oleh :
1. Luqman Hakim (133911036)
2. Ulfa Nurul Wakhidah (133911037)
3. Iin Nabilah (133911038)
4.
Novita Erna Wati (133911040)
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
TAHUN 2014
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam merupakan agama universal yang menjunjung tinggi
nilai-nilai kemanusiaan, persamaan hak dan mengakui adanya pluralisme agama.
Pluralisme agama yang ada di dalam Islam merupakan aturan yang telah ditetapkan
didalam sunnatullah yang tidak bisa dirubah maupun di tolak oleh manusia. Hal
ini berarti Islam sangat menghargai adanya pluralisme dengan mengakui adanya
hak-hak penganut agama maupun ajaran-ajaran masing-masing. Sesuai dengan dali
al-Qur’an Surat al-Maidah ayat 69.
¨bÎ) úïÏ%©!$# (#qãYtB#uä úïÏ%©!$#ur (#rß$yd tbqä«Î6»¢Á9$#ur 3t»|Á¨Y9$#ur ô`tB ÆtB#uä «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ÌÅzFy$# @ÏJtãur $[sÎ=»|¹ xsù ì$öqyz óOÎgøn=tæ wur öNèd tbqçRtøts ÇÏÒÈ
Sesungguhnya orang-orang
mukmin, orang-orang Yahudi, Shabiin dan orang-orang Nasrani, siapa saja
(diantara mereka) yang benar-benar saleh, Maka tidak ada kekhawatiran terhadap
mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
Ayat
ini menjelaskan bahwa keselamatan pada hari akhir akan dicapai oleh semua
kelompok agama yang berbeda-beda dalam pemikiran dan pandangan agamanya
berhubungan dengan akidah dan kehidupan dengan satu syarat yaitu memenuhi
kaidah iman kepada Allah, hari akhir,dan
beramal shalih.[1]
Selainitu,
Indonesia merupakan negara multikultural yang sangat beragam etnis, suku,
bahasa, budaya, agama dan gender. Negeri ini secara fisik terdiri dari 13.000
pulau, dimana di dalam pulau-pulau tersebut terdapat subetnis yang memiliki
berbagai corak bahasa dan adat istiadat. Olehkarena itu, pluralitas dalam
negeri ini merupakan sesuatu yang tidak mungkin ditolak karena pluralisme bisa
dikatakan sebagai ibu kandung atau bapak moyang negeri ini.[2]
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang
masalah diatas, maka dapat dirumuskan beberapa rumusan masalah diantaranya
adalah sebagai berikut:
1. Apakah pengertian Islam?
2. Apasajakah ruang lingkup
Islam?
3. Apa yang dimaksud dengan
Pluralisme?
4. Bagaimana Pandangan
Islam terhadap Pluralisme?
5. Bagaimana Pluralisme di
Indonesia?
BAB
II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Islam
a.
Definisi Islam
Secara
etimologis, Islam berasal dari bahasa arab yaitu اسلم – يسلم – اسلم – اسلاماً
kata اسلاما mempunyai arti
“menyerahkan diri”. Dari asal kata itu dibentuk aslama yang
berarti memelihara dalam keadaan selamat dan sentosa, dan juga berarti menyerah
diri, tunduk, patuh dan taat. Kata aslama menjadi pokok dalam Islam, yang
mengandung berbagai pemaknaan disetiap pokoknya. Dengan demikian, Orang yang masuk islam maka
secara otomatis orang itu muslim, yaitu menyatakan bahwa dirinya taat,
menyerahkan diri, dan pasti terjamin keselamatan hidupnya di dunia dan di
akhirat.[3]
Sebagaimana firman Allah dalam Qs. Al- Baqarah ayat 112:
4n?t/ ô`tB zNn=ór& ¼çmygô_ur ¬! uqèdur Ö`Å¡øtèC ÿ¼ã&s#sù ¼çnãô_r& yYÏã ¾ÏmÎn/u wur ì$öqyz öNÎgøn=tæ wur öNèd tbqçRtøts
112.
(tidak demikian) bahkan Barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang
ia berbuat kebajikan, Maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
Secara terminologis, Islam menurut Ahmad Abdullah Almasdoosi sebagai
kaidah hidup yang diturunkan manusia sejak manusia digelarkan ke muka bumi, dan
terbina dalam bentuk yang sempurna dalam Al-Qur’an yang diwahyukan oleh Allah
kepada Nabi-Nya yang terakhir, yaitu Nabi Muhammad; yang memuat tuntunan yang
jelas dan lengkap tentang aspek kehidupan manusia baik secara spiritual maupun
material.[4]
Sedangkan pengertian Islam secara istilah adalah sebagai agama yang
mengatur manusia agar selamat, sejahtera, aman, damai, dan menyerahkan diri
kepada Allah, patuh dan tunduk kepada-Nya serta mau beribadah dengan penuh
kesadaran dan keikhlasan. Sedangkan di dalam sebuah hadis dijelaskan bahwa
agama Islam adalah agama yang diturunkan Allah kepada Muhammad melalui malaikat
jibril dengan tujuan agar manusia tersebut patuh dan tunduk kepada-Nya.[5]
Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa Islam adalah agama yang diturunkan Allah kepada manusia
melalui rasul-Nya yang berisi hukum-hukum untuk mengatur hubungan segitiga
yaitu hubungan antara manusia dengan Allah (hablum min Allah), hubungan
manusia dengan sesama manusia (hablum min Annas), dan hubungan antara
manusia dengan lingkungan alam semesta.
2.
Ruang Lingkup Islam
Secara garis besar Islam memiliki ruang lingkup yang saling berkaitan
yaitu ruanglingkup keyakinan (akidah), lingkup norma (syari’at), dan prilaku (akhlak/behavior).
a. Akidah
Akidah secara etimologis berarti ikatan, simpul, perjanjian yang
kuat dan kokoh. Ikatan dalam hal ini merujuk pada makna dasar bahwa manusia
sejak zaman azali sudah terikat dengan suatu perjanjian yang kuat untuk
menerima dan mengakui adanya Allah yang menciptakan, mengatur dan menguasai
dirinya.[6]
Inti akidah adalah tauhid kepada Allah yang berarti satu (esa) yang merupakan
dasar kepercayaan yang menjiwai manusia manusia dan seluruh aktifitas yang
didedikasikan kepada Allah, dan terbebas dari perbuatan menyekutukan Allah
(syirik).
Akidah sebagai objek kajian
akademik mencakup beberapa aspek diantaranya, aspek Ilahiyah
(ketuhanan), nubuwah, dan ruhaniyah arkanul iman (rukun iman). Pertama,
pembahasan aspek ilahiyah meliputi segala sesuatu yang berkaitan dengan
Tuhan, seperrti wujud Allah, sifat-sifat Allah, perbuatan dan nama-nama-Nya. Kedua,
pembahasan tentang nubuwah berkaitan dengan Nabi dan Rasul, kitab-kitab
allah, dan kemukjizatannya. Ketiga, aspek ruhaniyah membahas tentang
segala sesuatu yang bersifat transcendental atau metafisik seperti ruh,
malaikat, jin, iblis, dan setan. Yang Keempat, sam’iyah yang membahas tentang
sesuatu yang dalil-dalil naqli berupa Al-Qur’an dan Sunnah, alam barzah, azab
dan kubur.[7]
b. Syari’at
Syari’at secara etimologis berarti jalan ketempat pengairan,
atau jalan pasal yang ditirut atau tempat mengalir air di sungai. Seperti yang
dijelaskan dalam QS. al-Maidah ayat 48 yang mengandung arti jalan yang jelas
yang membawa kepada kemenangan, yaitu agama yang ditetapkan untuk manusia. Bagi
siapapun yang mengikuti jalan yang jelas (agama) Allah SWT, niscaya akan sampai
pada tempat mengalirnya air sehingga jiwanya menjadi bersih.[8]
Ruang lingkup syariat secara
umum di kategorikan ke dalam dua aspek, yaitu:
1) Ibadah
adalah aturan mengenai hubungan langsung antara manusia dengan Allah, secara
garis besar terdapat dalam rukun islam yang lima.
2)
Muamalah adalah peraturan mengenai hubungan manusia
dengan sesama manusia, seperti jual beli dll.
c.
Akhlak
Akhlak secara bahasa
merupakan jamak dari bentuk khulukun yang berarti budi pekerti,
perangai, tabiat, adat, tingkah laku, atau system prilaku yang dibuat. Sedangkan
secara terminologis akhlak adalah ilmu yang menentukan batas antara baik dan
buruk baik berupa perkataan maupun perbuatan manusia, lahir dan batin.
Akhlak berarti budi
pekertiatau perangai. Dalam berbagai literatur Islam, akhlak diartikan sebagai:
·
Pengetahuan yang menjelaskan arti baik dan buruk,
tujuan perbuatan, serta pedoman yang harus diikuti
·
Pengetahuan yang menyelidiki perjalanan hidup manusia
sebagai parameter perbuatan, perkataan, dan ihwal kehidupannya
·
Sifat permanen dalam diri seseorang yang melahirkan
perbuatan secara mudah tanpa membutuhkan proses berfikir
·
Sekumpulan nilai yang menjadi pedomanberperilaku dan
berbuat.[9]
3.
Pengertian
Pluralisme
Istilah “pluralisme agama” masih sering disalah
fahami atau mengandung pengertian yang kabur, meskipun secara terminologi
sangat populer dan di sambut hangat secara universal. Secara etimologis, pluralisme
agama berasal dari dua kata yaitu “pluralisme” dan “agama”. Dalam bahasa arab
diterjemahkan “al-ta’addudiyahal- dinniyah”sedangkan di dalam bahasa inggris
“religious pluralism”.
Pluralisme berarti “jama” atau lebih dari satu.
Sedangkan di dalam kamus bahasa inggris pengertian pluralisme dilihat dari segi
sosio-politis merupakan suatu system
yang mengakui koeksistensi keragaman kelompok, baik yang bercorak ras, suku,
aliran maupun partai yang tetap menjunjung tinggi aspek-aspek perbedaan yang
sangat karakteristik diantara kelompok-kelompok tersebut.
Para ahli di bidang sosiologi dan antropologi
cenderung mendefinisikan agama dari segi sosialnya yaitu suatu sistem kehidupan
yang mengikat manusia dalam satuan-satuan atau kelompok kehidupan sosial.
Dengan demikian, definisi agama yang paling tepat adalah mencakup semua jenis
agama, kepercayaan, sekte, maupun berbagai jenis ideologi modern seperti
komunisme, humanisme, sekularisme nasionalisme dan lainnya. Dan jika pluralisme
dirangkai dengan kata agama sebagai predikatnya, maka dapat diartikan bahwa
pluralitas agama adalah kondisi hidup bersama (koeksistensi) antar agama (dalam
arti yang luas) yang berbeda-beda dalam satu komunitas dengan tetap
mempertahankan ciri-ciri spesifik atau ajaran masing-masing agama.[10]
Menurut M. Rasjidi memberikan definisi
pluralisme sebatas sebagai realitas sosiologis, bahwa pada kenyataannya
masyarakat memang plural. Namun demikian pengakuan terhadap realitas
kemajemukan ini tidak berarti memberikan pengakuan terhadap kebenaran teologis
agama-agama lain. Sedangkan menurut Mukti Ali dan Ali Shihab menyatakan
pluralisme agama tidak sekedar memberikan eksistensi agama-agama lain, namun
sebagai dasar membangun sikap menghargai dan membangun keharmonisan antar umat
beragama.
Definisi lebih liberal tentang konsep pluralisme
agama menurut gagasan Nurcholis Madjid, bahwa semua agama merupakan jalan
kebenaran menuju tuhan. Dalam konteks ini, Madjid menyatakan bahwa keragaman
agama tidak hanya merupakan realitas sosial, tetepi keragaman budaya justru
menunjukan bahwakebenaran memang beragam. Pluralisme agama tidak hanya
dipandang sebagai fakta sosial yang fragmentatif, tetapi harus diyakini
faktanya mengenai kebenaran.[11]
Dengan
demikian dapat diambil kesimpulan bahwa pluralisme adalah mengakui bahwa di
dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, terdapat bukan hanya agama kita
sendiri, tetapi ada pemeluk lain agama lainnya. Kita harus mengakui bahwa
setiap agama dengan para pemeluknya masing-masing mempunyai hak yang sama untuk
eksis. Maka yang harusdibangun adalah perasaan dan sikap saling menghormati,
yaitu toleransi dalam arti aktif.
4. Pandangan Islam terhadap
Pluralisme
Konsep pluralisme dalam berbagai pandangan para intekektual
Islam progresif telah menjadi diskursus yang sangat luas dan mendalam dalam
dunia Islam termasuk di Indonesia. Bahkan pluralisme telah berkembang pesat dalam
pemikiran Islam lewat penggalian hermeneutika al-Qur’an. Islam tidak
menafsirkan pluralitas dalam masyarakat, tetapi pluralitas atau keanekaragaman
dianggap sebagai sunanatullah (hukum Tuhan) sebagaimana pendapat para
intelektual Islam progresif.
Banyak ayat al-Qur’an yang mengandung nilai-nilai Pluralitas
telah digali sisi hermeneutisnya, diantaranya dalam al-Qur’an Surat al-Hujurat
ayat 13 yaitu,
$pkr'¯»t â¨$¨Z9$# $¯RÎ) /ä3»oYø)n=yz `ÏiB 9x.s 4Ós\Ré&ur öNä3»oYù=yèy_ur $\/qãèä© @ͬ!$t7s%ur (#þqèùu$yètGÏ9 4
¨bÎ) ö/ä3tBtò2r& yYÏã «!$# öNä39s)ø?r& 4
¨bÎ) ©!$# îLìÎ=tã ×Î7yz ÇÊÌÈ
13. Hai
manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu
disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
Berdasarkan ayat al-Quran ini dapat diketahui bahwa
dijadikannya makhluk dengan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku adalah dengan
harapan agar antara satu dengan yang lainnya dapat berinteraksi dengan baik dan
positif. Dan diantara mereka diharapkan saling menghargai perbedaan. Sikap kaum
muslim kepada penganut agama lain sebagaimana ditegaskan dalam al-Qur’an, yaitu
berbuat baik kepada mereka dan tidak menjadikan perbedaan agama sebagai alasan
untuk bersikap tidak saling toleransi. Dalam
al-Qur’an surat Hud ayat 118 yang berbunyi,
öqs9ur uä!$x© y7/u @yèpgm: }¨$¨Z9$# Zp¨Bé& ZoyÏnºur ( wur tbqä9#tt úüÏÿÎ=tGøèC ÇÊÊÑÈ
118.
Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu,
tetapi mereka Senantiasa berselisih pendapat,
Dari
ayat ini dapat dipahami jikala Allah mau, dengan sangat mudahnya akan
menciptakan manusia dalam satu group, monolitik, dan satu agama, tetapi Allah
tidak menghendaki hal-hal tersebut.justru Allah menunjukkan pada realita, pada
hakikatnya manusia itu berbeda-beda, dan atas dasar inilah orang berbicara
tentang pluralisme kemudian setelah munculnya pluralisme, didalam al-Qur’an pun
menanggapinya melalui surat al-baqarah ayat 213 yaitu:
tb%x. â¨$¨Z9$# Zp¨Bé& ZoyÏnºur y]yèt7sù ª!$# z`¿ÍhÎ;¨Y9$# úïÌÏe±u;ãB tûïÍÉYãBur tAtRr&ur ãNßgyètB |=»tGÅ3ø9$# Èd,ysø9$$Î/ zNä3ósuÏ9 tû÷üt/ Ĩ$¨Z9$# $yJÏù (#qàÿn=tF÷z$# ÏmÏù 4
$tBur y#n=tG÷z$# ÏmÏù wÎ) tûïÏ%©!$# çnqè?ré& .`ÏB Ï÷èt/ $tB ÞOßgø?uä!%y` àM»oYÉit6ø9$# $Jøót/ óOßgoY÷t/ (
yygsù ª!$# úïÏ%©!$# (#qãZtB#uä $yJÏ9 (#qàÿn=tF÷z$# ÏmÏù z`ÏB Èd,ysø9$# ¾ÏmÏRøÎ*Î/ 3
ª!$#ur Ïôgt `tB âä!$t±o 4n<Î) :ÞºuÅÀ ?LìÉ)tGó¡B
213.
manusia itu adalah umat yang satu. (setelah timbul perselisihan), Maka Allah
mengutus Para Nabi, sebagai pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama
mereka kitab yang benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang
perkara yang mereka perselisihkan. tidaklah berselisih tentang kitab itu
melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, Yaitu setelah
datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara
mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada
kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkann itu dengan kehendak-Nya. dan
Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang
lurus.
Pada
ayat ini menimbulkan tiga fakta yaitu kesatuan umat di bawah satu Tuhan;
kekhususan agama-agama yang di bawa oleh para nabi; dan peranan wahyu (kitab
suci) dalam mendamaikan perbedaan di antara berbagai umat beragama. Dari
ketiganya merupakan konsepsi fundamental al-Qur’an tentang pluralisme agama. Di
satu sisi, konsepsi itu tidak mengingkari kekhususan berbagai agama, dan di
sisi lain menekankan kebutuhan untuk mengakui kesatuan manusia dan kebutuhan
saling memahami antar umat beragama. Kemajemukan sangat dihargai dalam agama
Islam, karena Islam sebagai al-din merupakan agama Allah yang sesuai
dengan fitrah kemanusiaan, salah satu fitrah itu adalah kemajemukan yang
hakikatnya bersumber dari ajaran agama. [12]
Salah satu pokok dari
pluralisme agama adalah munculnya kesadaran bahwa agama-agama berada dalam
posisi dan kedudukan yang paralel. Argumen utama pluralisme dalam al-Qur’an
didasarkan pada hubungan antara keimanan yang pribadi, dan proyeksi publiknya
dalam masyarakat Islam. Berkenaan dengan keimanan pribadi itu, al-Qur’an
bersifat non-intervisionis (misalnya, segala bentuk otoritas manusia tidak
boleh mengganggu keyakinan batin individu). Sedangkan proyeksi public keimanan,
sikap al-Qur’an didasarkan pada prinsip koeksistensi, yaitu kesediaan dari umat
dominan untuk memberikan kebebasan bagi umat beragama lain dengan aturan mereka
sendiri termasuk hidup berdampingan dengan orang Muslim.[13]
5.
Pluralisme di Indonesia
Wacana Pluralisme menjadi tema penting yang banyak
mendapatkan sorotan dari sejumlah cendekiawan muslim. Dilihgat dari segi
geografis, Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar dengan tingkat
heterogenitas yang sangat tinggi di muka bumi ini, berdasarkan kenyaatan bahwa
Indonesia terdiri dari 13.000 pulau, yang terdiri dari pulau yang besar dan
kecil serta pulau yang dihuni dan tidak dihuni, dengan berbagai macam suku,
agama, dan bahasa daerahnya yang jumlahnya mencapai ratusan, secara budaya negeri
kita juga sangat heterogen.[14]
Pada masa awal keragaman dan keberbedaan diantara masyarakat
Indonesia, menjadi modal sosial politik yang penting dalam merajut cita-cita
menuju Indonesia merdeka, suku sunda, jawa dan sebagainya, serta etnis Arab,
Melayu dan yang lain bekerjasama memperjuangkan kemerdekaan. Dalam beragamnya
perbedaan tersebut membentuk solidaritas yang akhirnya dapat membentuk diri
sebagai bangsa.
Dalam proses panjang itu, perbedaan, gejolak, bahkan konflik
merupakan hal yang tidak bisa dinafikan, namun semua itu dapat terselesaikan
melalui kemaslahatan dan kepentingan bersama dalam meraih kemerdekaan. Dengan
demikian konflik tidak disikapi sebagai pertentangan diametral yang saling
menafikan, tetapi sebagai dinamika kehidupan yang dikembangkan sebagai
pengkayaan wawasan.[15]
Kenyataan pluralitas ini tidak mengherankan, sebab zaman
modern ini tidak ada masyarakat yang tanpa pluralitas antar umat beragama,
kecuali kota-kota tertentu seperti Vatican, Mekah dan Madinah serta Negara-negara
muslim di timur tengah sampai saat ini masih memiliki kelompok-kelompok agama. Sebenarnya
sangat masuk akal jika ada kekhawatiran ancaman perang saudara dalam masyarakat
Indonesia. Sebab aspek-aspek heterogenitas dan kemajemukan.
Maka umat islam sebagai komunitas terbesar dalam
masyarakat Indonesia harus memiliki rasa tangung jawab, Umat islam harus
memiliki saham bagi pemeliharaan bangsa untuk menjaga dinamika pertumbuhan dan
perkembangan di negeri ini, sesuai dengan ajaran agama. Pluralisme masyarakat
Indonesia sangat penting ditengah pluralitas masyarakat.[16]
6.
Diskursus Anti Pluralisme
dan Kritik Terhadapnya
Dalam fatwa MUI juli 2005 ditegaskan bahwa pengharaman
pluralisme disebabkan paham yang “menyamakan semua agama”. Mengapa MUI
menyatakan pluralisme agama merupakan yang haram diikuti umat Islam, KH. Ma’ruf
Amin menjelaskan bahwa sebenarnya pluralisme agama dapat dimaknai sebagai
perbedaan agama, bagi MUI tidak ada masalah. Pluralisme dikatakan menyimpang
apabila pluralisme dimakanai:
Pertama, menyatakan semua agama benar. Pengertian semacam
ini, bagi MUI tidak benar menurut semua ajaran agama. Menurut ajaran Islam
sendiri seperti yang dikatakan KH. Ma’ruf Amin yang benar adalah agama Islam. Jika
Islam yang benar maka yang lain salah, karena itu yang benar adalah agama
Islam. Kedua, teologi pluralisme yaitu teologi yang mencampuradukkan berbagai ajaran
agama menjadi satu, dan menjadi sebuah agama baru. Teologi semacam ini sama
dengan sinkretisme, hal ini sama sekali tidak benar menurut MUI.[17]
Dari sudut pandang fatwa MUI, pluralisme dianggap sebagai
ancaman teologis terhadap Islam. Ketua Ummum PP Muhammadiyah dan mantan Sekjen
MUI, Din Syamsuddin, mengatakan pengharaman MUI terhadap pluralisme agama
didasarkan pada anggapan bahwa hal tersebut sama dengan relativismeagama. Adian
Husaini, penentang pluralism di Indonesia, menulis sebuah buku kecil dengan
judul Pluralisme Agama: Haram! Fatwa MUI yang Tegas danTidak Kontroversional. Karya
ini adalah bentuk dukungan terhadap MUI tantang pengharaman Pluralisme agama
dan kecaman keras terhadap pembela pluralisme.
Menurut Adian, pluralisme sebenarnya merupakan “agama baru”,
sebagaimana dia punya Tuhan sendiri, nabi, kitab suci dan ritual agama sendiri.
Sebagaimana humanism juga merupakan agama, dan Tuhannya adalah nilai-nilai
kemanusiaan. Olehkarenanya, Adian menyambut baik fatwa haram MUI terhadap pluralisme
agama.
Menurut Anis Malik Thaha, intelektual Indonesia anti
pluralisme yang berada di Malaysia, klaim pluralisme membawa implikasi yang
berbahaya bagi manusia, baik menyangkut isu-isu yang bersifat teoritis,
epistemologis, dan metodologis, sebagian bersifat ideologis dan nteologis, dan
berhubungan dengan Isu yang lebih praktis, yaitu HAM (hak asasi manusia)
khususnya kebebasan beragama. Selain itu, gagasan pluralisme sulit menjawab
pertanyaan yang krusial, apakah benar-benar mampu memberikan solusi yang ramah
terhadap konflik antar agama, sebagaimana yang diklaim oleh para penggagas dan penganjurnya.
Atau bahkan menjadi masalah baru dalam fenomena pluralitas keberagamaan.
Selain
itu, istilah pluralisme agama selama ini
didesain dalam bingkai sekular, liberal, dan logika barat yang menampik
hal-hal yang berbau metafisis. Pluralisme adalah akar dari semua masalah. Agama
dianggap sebagai respons manusia atau sebagai pengalaman keagamaan. Dan
meniadakan datangnya agama dari Tuhan atau Zat yang maha Agung secara
mentah-mentah. Agama hanya bisa beroperasi di wilayah yang sangat sempit dan
privat antara hubungan manusia dengan Tuhannya yang secara otomatis adanya konsep
dikotomisasi realitas: agama-negara, sacral-profan, dan individu-publik menjadi
tidak tepat dan akurat.[18]
Kritik
terhadap pikiran-pikiran anti-pluralisme
Dalam memandang agama lain, kelompok anti-pluralisme yang
diwakili oleh Adian Husaini sering menggunakan standar penilaian yang dibuatnya
sendiri untuk memvonis dan menghakimi agama lain. Secara teologis misalnya,
meraka menganggap bahwa hanya agamanyalah yang paling otentik berasal dari
Tuhan, sementara agama lain merupakan sebuah konstruksi manusia atau mungkin
berasal dari Tuhan tetapi telah mengalami perombakan dan pemalsuan oleh umatnya
sendiri.
Agama yang lain dipandang tidak sebagai jalan keselamatan,
sehingga mereka menginginkan orang lain untuk mengikuti agamanya agar mereka
memperoleh keselamatan. Ardian berusaha menjadikan fatwa MUI tentang
sekulairisme, liberalisme, dan pluralisme bersifat umat muslim, dengan
menjadikannya sebagai hukum positif.
Bagi seorang pemikir Muslim, pengembangan pluralisme tidak
hanya untuk kepentingan sosial saja, tetapi secara sosiologis Islam meletakkan
landasan yang kuat bagi kesetaraan hidup dalam masyarakat. Pluralitas merupakan
anugrah yang harus disyukuri karena mampu menjadikan potensi yang positif bagi
pembangunan dan kemajuan peradaban melalui pemenuhan kebebasan. Akantetapi,
jika tidak dikelola secara arif dan bijaksana maka akan membelenggu kebebasan
sesama warga negara, terutama jika terjadi kelompok mayoritas yang
mendiskriminasi kelompok minoritas.[19]
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Islam tidak memandang pluralisme sebagai sebuah perpecahan
yang berdampak negatif, akantetapi Islam memandang pluralisme sebagai rahmat
yang Allah turunkan kepada makhluk-Nya. Dengan pluralitas, kehidupan menjadi
dinamis dan tidak stagnan karena terdapat kompetisi dari masing-masing elemen
untuk berbuat yang terbaik. Hal ini membuat hidup menjadi tidak membosankan
karena selalu ada pembaruan menuju kemajuan.
Pluralisme merupakan hukum Allah yaitu bahwa Allah telah
menciptakan manusia secara plural, beragam dan berbeda-beda dan berwarna-warni
bahkan tidak ada yang sama didunia ini. Pluralisme ingin mengenalkan kepada
manusia akan adanya keberanekaragaman dalam hal budaya, pikiran, ideology, ras,
keyakinan, jenis kelamin, biologis, sosial, geografis dan sebagainya. Pluralisme
merupakan pandangan dasar islam sekaligus cara yang baik untuk mengatasi
konflik dan kekerasan antar masyarakat.
Pluralisme adalah penngakuan terhadap keyakinan setiap orang
atas kebenaran agama masing-masing, kemudian mencari titik temu dan bersepakat
untuk berbeda dengan sikap saling menghargai mengenai hal yang tidak menemukan
suatu titik temu. Dan apabila sudah disepakati maka akan damai dalam perbedaan.
Pentingnya nilai perdamaian dijelaskan dalam al-Qur’an Surat al-Anfal ayat 61
bÎ)ur
(#qßsuZy_
ÄNù=¡¡=Ï9
ôxuZô_$$sù
$olm;
ö@©.uqs?ur
n?tã
«!$#
4 ¼çm¯RÎ)
uqèd
ßìÏJ¡¡9$#
ãLìÎ=yèø9$#
ÇÏÊÈ
Dan jika
mereka condong kepada perdamaian, Maka condonglah kepadanya dan bertawakkallah
kepada Allah. Sesungguhnya Dialah yang Maha mendengar lagi Maha mengetahui.
Keragaman dan keberbedaan diantara masyarakat Indonesia,
menjadi modal sosial politik yang penting dalam merajut cita-cita menuju
Indonesia merdeka, melalui banyaknya perbedaan baik dari segi agama, suku, ras
dan budaya saling bekerjasama memperjuangkan kemerdekaan. Dalam beragamnya
perbedaan tersebut membentuk solidaritas yang akhirnya dapat membentuk diri
sebagai bangsa.
Dalam proses panjang
itu, perbedaan, gejolak, bahkan konflik merupakan hal yang tidak bisa
dinafikan, namun semua itu dapat terselesaikan melalui kemaslahatan dan
kepentingan bersama dalam meraih kemerdekaan. Dengan demikian konflik tidak
disikapi sebagai pertentangan diametral yang saling menafikan, tetapi sebagai
dinamika kehidupan yang dikembangkan sebagai pengkayaan wawasan.
B.
Saran
Demikian persembahan makalah kami tentang “Islam dan
Pluralisme”, semoga dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca, terkhusus untuk para pemakalah. Kami sadar dalam pembuatan makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kritik dan saran yang konstruktif
sangat diharapkan untuk perbaikan dalam pembuatan makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Amir Aziz, Ahmad. NEO-MODERNISME
ISLAM DI INDONESIA. Jakarta: RINEKA CIPTA, 1999.
Fatah, Rohadi Abdul dan Sudarsono. Ilmu
dan Teknologi Dalam Islam. Jakarta: Rieneka Cipta, 1990.
Mahfud, Rois. AL-ISLAM Pendidikan
Agama Islam.Palangka Raya: Erlangga, 2011.
Munawar, Budhy. ARGUMEN ISLAM
UNTUK PLURALISME ISLAM PROGRESIF DAN PERKEMBANGAN DISKURSUSNYA. Jakarta:
GRASINDO, 2010.
Rakhmat, Jalaluddin. ISLAM dan
PLURALISME Akhlak Quran Menyikapi Perbedaan. SERAMBI.
Razak, Nasruddin. Dienul Islam. Bandung: Al ma’arif,
1989.
Ridwan,
Nur Khalik. Pluralisme Borjuis. Yogyakarta: Galang Press, 2002.
Sachedina, Abdulaziz. Kesetaraan
Kaum Beriman: Akar Pluralisme Demmokratis dalam Islam. Jakarta: Serambi,
2002.
Sumbulah, Umi. Islam “Radikal” dan
pluralisme agama. Jakarta: Badan litbang dan diklat kementrian agama RI,
2010.
Syukur, Amin. PENGANTAR STUDI
ISLAM. Semarang: Pustaka Nuun, 2010.
Toha, Anis Malik. TREN PLURALSME
AGAMA. Jakarta: Perspektif, 2005.
Usman, Ali. MENEGAKKAN PLURALISME
Fundamentalisme-Konservatif di Tubuh Muhammadiyah. Jakarta: LSAF, 2008.
Qodir, Zuly. PEMBAHARUAN PEMIKIRAN
ISLAM Wacana dan Aksi Islam Indonesia. Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR, 2006.
Biodata Pemakalah
Nama :
Lukman Hakim
NIM :
133911036
Jurusan/Prodi : PGMI
TTL :
Kendal, 08 Oktober 1994
Tempat Tugas :
Pendidikan SD-S1 :
Ø SDN 02 Sidorejo
Ø SMP PGRI16 Brangsong
Ø MAN Kendal
Ø UIN Walisongo Semarang
Alamat : Ds. Sidorejo Dsn.
Kalijaran RT/RE 04/01 Kec. Brangsong Kab. Kendal
Nomor telepon : 08974706515
Nama :
Ulfa Nurul Wakhidah
NIM :
133911037
Jurusan/Prodi : PGMI
TTL :
Jepara, 09 Agustus 1995
Tempat Tugas :
Pendidikan SD-S1 :
Ø SD N 01 Karangaji Kedung Jepara
Ø MTS Mabdaul Huda Karangaji Kedung Jepara
Ø Ma Ki Aji Tunggal Karangaji Kedung Jepara
Ø S1 UIN Walisongo Semarang
Alamat :
Ds. Karangaji RT/RW 17/05 Kec. Kedung Kab. Jepara
Nomor telepon : 085640237035
Nama :
Iin Nabilah
NIM :
133911038
Jurusan/Prodi : PGMI
TTL :
Jepara, 21 Juni 1995
Tempat Tugas :
Pendidikan SD-S1 :
Ø MI Fatihul Huda
Ø MTs Fatihul Huda
Ø MAN 2 Kudus
Ø UIN Walisongo Semarang
Alamat :
Ds. Rau Kec. Kedung Kab. Jepara
Nomor telepon : 089628293664
Nama :
Novita Erna Wati
NIM :
133911040
Jurusan/Prodi : PGMI
TTL :
Jepara, 05 November 1994
Tempat Tugas :
Pendidikan SD-S1 :
Ø SDN 02 Mayong Lor
Ø SMPN 01 Mayong
Ø MAN 02 Kudus
Ø UIN Walisongo Semarang
Alamat :
Ds. Mayong Lor RT/RW 06/02 Kec. Mayong Kab. Jepara
Nomor telepon : 089698944560/ 087831852081
[1]
Jalaluddin Rakhmat, ISLAM dan PLURALISME Akhlak Quran Menyikapi Perbedaan,
SERAMBI, Hlm. 22-23.
[2]
Zuly Qodir, PEMBAHARUAN PEMIKIRAN ISLAM Wacana dan Aksi Islam Indonesia,
(Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR, 2006), hlm. 88.
[3]
Nasruddin Razak, Dienul Islam, (Bandung: Al ma’arif, 1989), hlm. 56.
[4]
Rois Mahfud, AL-ISLAM Pendidikan Agama Islam, (Palangka Raya: Erlangga,
2011), hlm. 4.
[5]
Rohadi Abdul Fatah dan Sudarsono, Ilmu dan Teknologi Dalam Islam, (Jakarta:
Rieneke Cipta, 1990), hlm. 6-7.
[6] Rois
Mahfud, AL-ISLAM Pendidikan Agama Islam, (Palangka Raya: Erlangga, 2011),
hlm. 10.
[7] Rois
Mahfud, AL-ISLAM Pendidikan Agama Islam, (Palangka Raya: Erlangga, 2011),
hlm. 11
[8] Rois
Mahfud, AL-ISLAM Pendidikan Agama Islam, (Palangka Raya: Erlangga, 2011),
hlm. 22.
[9] Rois
Mahfud, AL-ISLAM Pendidikan Agama Islam, (Palangka Raya: Erlangga, 2011),
hlm. 96.
[10]
Anis Malik Toha, TREN PLURALSME AGAMA, (Jakarta: Perspektif, 2005), hlm.
11-14.
[11]
Umi Sumbulah, Islam “Radikal” dan pluralisme agama, (Jakarta: Badan
litbang dan diklat kementrian agama RI, 2010), hlm. 48.
[12]
Budhy Munawar, ARGUMEN ISLAM UNTUK PLURALISME ISLAM PROGRESIF DAN
PERKEMBANGAN DISKURSUSNYA, (Jakarta: GRASINDO, 2010), hlm. 91-93.
[13]
Abdulaziz Sachedina, Kesetaraan Kaum Beriman: Akar Pluralisme Demmokratis
dalam Islam, (Jakarta: Serambi, 2002), hlm. 51.
[14]
Ahmad Amir Aziz, NEO-MODERNISME ISLAM DI INDONESIA, (Jakarta: RINEKA
CIPTA, 1999), hlm. 49.
[15]
Ali Usman, MENEGAKKAN PLURALISME Fundamentalisme-Konservatif di Tubuh
Muhammadiyah, (Jakarta: LSAF, 2008), hlm. 334-335.
[16] Nur Khalik Ridwan, Pluralisme
Borjuis, (Yogyakarta: Galang Press, 2002), hlm. 132-138.
[17]
Budhy Munawar, ARGUMEN ISLAM UNTUK PLURALISME ISLAM PROGRESIF DAN
PERKEMBANGAN DISKURSUSNYA, (Jakarta: GRASINDO, 2010), hlm. 1-2.
[18]
Budhy Munawar, ARGUMEN ISLAM UNTUK PLURALISME ISLAM PROGRESIF DAN
PERKEMBANGAN DISKURSUSNYA, (Jakarta: GRASINDO, 2010), hlm. 106-114.
[19]
Budhy Munawar, ARGUMEN ISLAM UNTUK PLURALISME ISLAM PROGRESIF DAN
PERKEMBANGAN DISKURSUSNYA, (Jakarta: GRASINDO, 2010), hlm. 114-121.
No comments:
Post a Comment