Friday 26 December 2014

Pendidikan Anak

PENDIDIKAN ANAK
Makalah
Disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah: Hadits
Dosen Pengampu: H. Fathur Rozi, M.Ag


Disusun Oleh:

1.      Lukman Hakim                       (133911035)
2.      Sabiqotul Ismah                      (133911036)
3.      Ulfa Nurul Wakhidah             (133911037)
4.      Iin Nabila                                (133911038)
5.      Intan Khumairoh                     (133911039)
 

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
 SEMARANG
 2014
 BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Pendidikan merupakan suatu proses untuk mendewasakan manusia. Melalui pendidikan manusia dapat tumbuh dan berkembang  dengan sempurna, sehingga dapat melaksnakan tugas dan kewajibannya sebagai manusia. Pendidikan mampu merubah manusia yang awalnya tidak tahu menjadi tahu, yang tidak baik menjadi lebih baik, begitu pentingnya pendidikan dalam Islam sehingga merupakan suatu kewajiban perorangan untuk menuntut ilmu. Rasulullah bersabda:
عن حسين بن علي قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم طلب العلم فريضة على كل مسلم
Husain bin Ali meriwayatkan bahwa Rasulluwah SAW bersabda, “Menuntut ilmu itu wajib bagisetiap orang Islam.” (HR. AL-Baihaqi, Ath-Thabrani, Abu Ya’ala, Al-Qudha’I,dan Abu Nu’aim Al- Ashbahani)[1]

Pentingnya pendidikan anak usia dini, menuntut pendekatan yang akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran yang memusatkan perhatian pada anak. Sebab anak merupakan dambaan bagi setiap orang tua dan generasi penerus bangsa, akan tetapi salah satu masalah yang muncul adalah tidak setiap orang tua atau pendidik mampu memahami cara yang tepat untuk mendidik anak tersebut.
Dengan demikian, dalam makalah ini kami akan membahas tentang mendidik anak agar dapat menciptakan generasi penerus yang mampu menjadi penerus bangsa yang berkualitas dimasa yang akan datang.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan beberapa rumusan masalah diantaranya adalah:
1.     Apakah pengertian pendidikan anak?
2.     Apa saja aspek-aspek pendidikan itu?
3.     Apakah kewajiban orang tua terhadap anaknya?
4.    Apakah Pendidikan wajib dari orang tua terhadap anak?


BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Pendidikan Anak
Secara umum anak memerlukan pendidikan atau bimbingan dari orang dewasa khususnya orang tua. Pendidikan dapat diartikan perbuatan atau usaha generasi tua untuk mengalihkan (melimpahkan) pengetahuannya, pengalamannya, kecakapan serta keterampilannya kepada generasi muda, sebagai usaha untuk mempersiapkan mereka agar dapat memenuhi fungsi hidupnya, baik jasmaniah maupun rohaniah.[2] Dengan adanya pendidikan mampu merubah seseorang yang awalnya tidak tahu menjadi tahu, yang tidak paham menjadi lebih paham, karena itu pendidikan sangatlah penting untuk mengarahkan kehidupan manusia menjadi lebih baik.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia menjelaskan, bahwa kata Pendidikan berasal dari kata dasar didik, artinya memelihara dan memberi latihan (ajaran, tuntunan, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Sedangkan arti dari Pendidikan adalah Proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, proses, cara, dan perbuatan mendidik.[3]
Menurut al-Ghazali, anak adalah amanah Allah dan harus dijaga dan dididik untuk mencapai keutamaan dalam hidup dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Kedua orang tualah yang akan mengukir dan akan membentuknya menjadi mutiara yang berkualitas tinggi dan disenangi semua orang.[4] Keluarga khususnya orang tua adalah orang yang paling berpeluang mempengaruhi perkembangan anak. Hal ini karena keluarga adalah lingkungan pertama yang dikenal oleh anak.
Jadi, pendidikan anak adalah usaha yang sengaja dipilih untuk mempengaruhi dan membantu anak dengan tujuan peningkatan keilmuan, jasmani dan akhlak sehingga secara bertahap dapat mengantarkan anak kepada tujuannya yang paling tinggi agar anak dapat hidup bahagia, serta seluruh apa yang dilakukanya menjadi bermanfaat bagi dirinya dan masyarakat.


B.  Aspek-aspek Pendidikan
Berdasarkan hakikat manusia, maka kita dapati berbagai segi atau aspek pendidikan. Diantara aspek-aspek pendidikan yang sangat penting ialah:
a.    Pendidikan akhlak atau budi pekerti.
Budi pekerti atau akhlak adalah aspek yang sangat fundamental dalam kehidupan, baik kehidupan sebagai individu maupun kehidupan bermasyarakat dan bangsa. Tujuan dari pendidikan budi pekerti adalah mendidik anak agar dapat membedakan antara baik dan buruk, sopan dan tidak sopan, terpuji dan tercela.
b.    Pendidikan kecerdasan
Pendidikan kecerdasan merupakan tugas pokok dari sekolah. Tujuan dari pendidikan kecerdasan adalah mendidik anak agar dapat berfikir secara kritis, logis, kreatif dan reflektif.
v  Berfikir secara kritis berarti dengan cepat anak melihat hal-hal yang benar dan hal-hal yang tidak benar.
v  Berfikir secara logis berarti dengan cepat dapat melihat hubungan masalah yang satu dengan yang lain, menghubung-hubungkan dari beberapa masalah, membandingkan, kemudian menarik kesimpulan.
v  Berfikir secara kreatif dari apa yang telah di selidiki, melakukan percobaan, serta pengamatan yang dilakukan dapat menemukan sesuatu yang dianggap baru.
v  Berfikir secara reflektif berarti anak dapat memecahkan berbagai persoalan dengan tepat.

c.    Pendidikan sosial atau kemasyarakatan.
Pendidikan ini berhubungan dengan pergaulan anak didik dan proses adaptasi lingkungan. Pendidikan sosial bertujuan untuk mendidik anak agar dapat menyesuaikan diri dalam kehidupan bermasyarakat dan dapat berpartisipasi secara aktif didalamnya.

d.   Pendidikan Kewarganegaraan
Pendidikan tentang pentingnya nilai-nilai hak dan kewajiban suatu negara agar setiap hal yang di kerjakan sesuai dengan tujuan dan cita-cita bangsa dan tidak melenceng dari apa yang di harapkan.[5]

Selain keempat aspek di atas, dalam sebuah hadis dari Abi Rafi’ disebutkan bahwa aspek-aspek pendidikan yang harus diajarkan orang tua terhadap anak adalah menulis, berenang, memanah, mewariskan, dan mecari rizki yang halal.
عن أبي رافع قال قلت يا رسول الله أللولد علينا حق كحقنا عليهم قال نعم حق الولد على الوالد أن يعلمه الكتابة والسباحة والرمي(الرماية) وأن يورثه(وأن لا يرزقه إلا) طيبا (هذا حديث ضعيف،من شيوخ بقية منكر الحديث ضعفه يحيى بن معين والبخاري وغيرهما باب ارتباط الخيل عدة في سبيل الله عز وجل)[6]
           “Diceritakan dari Abi Rafi’ dia berkata : aku berkata wahai Rasullah apakah ada kewajiban kita terhadap anak, seperti kewajiban mereka terhadap kita? Beliau menjawab: ya, kewajiban orang tua terhadap anak yaitu mengajarkan menulis, berenang, memanah, mewariskan dan tidak memberikan rizki kecuali yang baik.” (Hadits ini dhoif, dari beberapa syeikh yang diingkari haditsnya. Di dhoifkan oleh Yahya bin Mu’in, al-Bukhari dan lainya. Bab mengikat kuda untuk berperang dijalan Allah azza wajalla).

a.       Pendidikan menulis
Sebagai suatu pendidikan yang diprioritaskan untuk diberikan kepada anak bertujuan untuk menghilangkan kebodohan, membaca, menulis dan mencari wawasan seluas-luasnya agar menjadi anak yang lebih pandai dan cerdas.
b.      Pendidikan berenang
Inti dari berenang adalah untuk mempertahankan hidup, kecakapan untuk melindungi diri, dimana mental dilatih untuk tidak tenggelam, tidak mudah menyerah, dan harus tetap berenang hingga ketepian. Sama saja dengan hidup ini, seseorang harus tegar, tidak mudah tenggelam dan mempunyai visi dan misi hidup.
c.       Pendidikan memanah
Pendidikan ini bertujuan agar anak menjadi orang yang teguh dan cinta kepada tanah air, selain itu juga untuk menjaga diri dari musuh dan melatih untuk membidik tepat sasaran, dengan kata lain menetukan keputusan dengan tepat
d.      Pendidikan ekonomi (Mencari rizki yang halal)
Pendidikan ini bertujuan agar terhindar dari makanan yang haram, dengan makanan yang baik dan halal seseorang akan terarah pada kebaikan, begitu pula sebaliknya, makanan yang haram akan membawa kepada kebatilan.

C.  Kewajiban Orangtua terhadap Anak
Setiap anak dilahirkan dengan membawa fitrah (perasaan dan kemampuan)  untuk mengenal Allah dan melakukan ajaran Allah. Fitrah kesadaran beragama ini merupakann disposisi yang mengandung kemungkinan atau peluang untuk berkembang. Namun, arah atau kualitas perkembangan beragama anak sangat bergantung pada proses pendidikan yang diterimanya. Disinilah peran orang tua sangat dibutuhkan dalam mengarahkan anaknya. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah:

عَنْ هُرَيْرَةَ رَضِي اللَّه عَنْه قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلا يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ كَمَا تُنْتَجُ الْبَهِيمَةُ بَهِيمَةً جَمْعَاءَ هَلْ تُحِسُّونَ فِيهَا مِنْ جَدْعَاءَ ثُمَّ يَقُولُ أَبُو هُرَيْرَةَ رَضِي اللَّه عَنْه (فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ (أخرجه البخاري في كتاب الجنائز)
“Abu Huraira ra meriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda, “Setiap anak itu dilahirakan atas fitrah (Potensi beragama islam). Selanjutnya orang tuanyalah yang membelokkannya menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi bagaikan binatang melahirkan binatang, apakah kamu melihat kekurangan padanya?”[7]  lalu Abu Huraira ra berkata, “Fitrah Allah di mana manusia  telah diciptakan tidak ada perubahan pada fitrah Allah itu. Itulah agama yang lurus.”(HR. Bukhari)

Hadis tersebut menjelaskan tentang pentingnya peran keluarga atau orang tua dalam perkembangan anak. Kata Yuhawwidaanihi dalam hadis di atas berarti kedua orang tua mengajar dan menggiringnya menjadi orang yahudi. Kata Yunassiranihi berarti bahwa kedua orang tua pula yang mengajar dan menggiring anak menjadi nasrani. Peluang besar yang mempengaruhi anak harus dimanfaatkan orang tua dengan maksimal. Mereka harus menciptakan kondisi yang kondusif agar potensi yang dimiliki anak dapat berkembang dengan optimal. Apabila orang tua tidak mendidik anaknya atau melaksanakan pendidikan anak tidak dengan sungguh-sungguh, maka akibatnya anak tidak akan berkembang sesuai dengan harapan.[8]
Orangtua memiliki peran penting dalam pembentukan pribadi anak. Oleh karena itu, orangtua berkewajiban untuk memberikan pengarahan atau selalu berperan aktif dalam kehidupan anaknya. Ada beberapa kewajiban yang harus diberikan orang tua terhadap anaknya, diantaranya adalah:

a.       Bersyukur kepada Allah atas anugerah dan amanah yang diberikan berupa anak.
Di dalam al-Qur’an dicontohkan bahwa Lukman merupakan orangtua yang perlu diteladani dalam mendidik anak dan keluarganya. Ia mengingatkan keluarganya untuk selalu bersyukur. Allah berfirman dalam QS. Lukman ayat 12-13
وَلَقَدْ آتَيْنَا لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ أَنِ اشْكُرْ لِلَّهِ وَمَنْ يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ (١٢)
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيم(١٣)
12. Dan sungguh, telah Kami berikan hikmah kepada Luqman, yaitu, "Bersyukurlah kepada Allah. Dan barang siapa bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya dia bersyukur untuk dirinya sendiri, dan barang siapa tidak bersyukur (kufur), maka sesungguhnya Allah Maha kaya lagi Maha Terpuji
13. Dan ingatlah ketika luqman berkata kepada anaknya, ketika memberi pelajaran kepadanya, “wahai anakku janganlah kamu menyekutukan Allah, sesungguhnuya mnyekutukan (Allah) adalah benar-benar kedzaliman yang besar”

b.      Beraqiqah
Setelah hari pertama bayi diperdengarkan kalimat tauhid, setelah hari ketujuh anak diberikan nama yang baik sekaligus di aqiqahi sebagai bukti kasih sayang orangtua dan sebagai penebus gadaian yang berbentuk ibadah.[9] Karena anak pada  hakikatnya tergadai dan tebusan satu-satunya adalah dengan aqiqah. Hal ini seperti yang tertera dalam hadis:

عَنْ سَمُرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْغُلامُ مُرْتَهَنٌ بِعَقِيقَتِهِ يُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ السَّـابِعِ وَيُسَمَّى وَيُحْـلَقُ  رَأْسُـه ( أخرجه الترمذي في كتاب الاضاحي)
Dari Samurah ra ia berkata bahwa Rasullulah SAW bersabda: “setiap anak kecil (belum baligh) tergadai (dan) ditebus dengan mengaqiqahkannya, disembelih kurban pada hari ketujuh kelahirannya, diberi nama, dan di cukur rambutnya” (HR. at-Tirmizi)

c.       Menyusuinya selama dua tahun
Secara fitrah bayi yang baru lahir membutuhkan makanan dan minuman yang paling tepat yaitu ASI. Adapun masa waktu menyusui yang dianjurkan dalam islam adalah dua tahun. Hal ini sesuai  dengan firman Allah dalam Qs.Al-Baqarah ayat 233:
وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ لا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلا وُسْعَهَا لا تُضَارَّ وَالِدَةٌ بِوَلَدِهَا وَلا مَوْلُودٌ لَهُ بِوَلَدِهِ وَعَلَى الْوَارِثِ مِثْلُ ذَلِكَ فَإِنْ أَرَادَا فِصَالا عَنْ تَرَاضٍ مِنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا وَإِنْ أَرَدْتُمْ أَنْ تَسْتَرْضِعُوا أَوْلادَكُمْ فَلا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُمْ مَا آتَيْتُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
 “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah member Makan dan pakaian kepada Para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan waris pun berkewajiban demikian. Apabila  keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan”.

d.      Mengkhitannya
Menghitan adalah membersihkan alat kelamin, yakni dengan membuang kulit yang menutup kepala kemaluannya. Hal ini sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW
الْفِطْرَةُ خَمْسٌ – أَوْ خَمْسٌ مِنَ الْفِطْرَةِ – الْخِتَانُ وَالاِسْتِحْدَادُ وَنَتْفُ الإِبْطِ وَتَقْلِيْمُ الأَظْفَارِ وَقَصُّ الشَّارِبِ
“Perkara fithrah itu ada lima–atau lima hal berikut ini termasuk dari perkara fithrah- yaitu khitan, istihdad (menghilangkan rambut yang tumbuh di sekitar kemaluan), mencabut bulu ketiak, menggunting kuku, dan memotong  kumis. (HR. Bukhari no. 5889 , 5891, 6297 dan Muslim no. 597)[10]

e.       Menikahkan
Setelah anak memiliki cukup umur, sudah ada jodohnya serta sudah siap lahir dan batin dan sanggup berkeluarga, maka orangtua dianjurkan untuk menikahkan anaknya.[11] Hal ini sesuai dengan Hadist riwayat Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya ia berkata :
قَالَ لَنَا رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم  يَا مَعْشَرَ اَلشَّبَابِ ! مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ اَلْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ, وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ, وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ ; فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
 Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda pada kami: “Wahai generasi muda, barangsiapa di antara kamu telah mempunyai kemampuan (secara fisik dan harta), hendaknya ia menikah, karena ia dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Dan barang siapa belum mampu hendaknya berpuasa, sebab ia dapat meredam (syahwat) .”[12]
Rasulullah shalallahu a’alaihi wa sallam dalam hadist di atas memerintahkan para pemuda untuk menikah dengan sabdanya “falyatazawaj” (segeralah dia menikah),  kalimat tersebut mengandung perintah. Di dalam kaidah ushul fiqh disebutkan  bahwa : “al ashlu fi al amr  lil wujub “ (Pada dasarnya perintah itu mengandung arti kewajiban).
D.  Pendidikan wajib dari orang tua terhadap anak

Terdapat beberapa ayat Al-Qur’an dan Hadis yang merintahkan para orang tua untuk menyuruh atau mengajarkan anak-anaknya melaksanakan shalat.[13] Hal ini terdapat dalam Qs. Al-Lukman ayat 17 yang berbunyi:

يَابُنَيَّ أَقِمِ الصَّلاَةَ وَأمُر بِالمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ المُنكَرِ وَاصبِر عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِن عَزمِ الأُمُورِ(١٧)
17. Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).

Didalam Al-Qur’an Surat al-Luqman ayat 17 dijelaskan bahwa Lukman (orang salih yang nama dan ajarannya diabadikan dalam Al-Qur’an ) menyuruh anaknya untuk mendirikan shalat. Kemudian didalam hadis pun dijelaskan bahwa  anak yang sudah mampu membedakan antara tangan kanan dan tangan kiri maka dilatih atau di ajarkan untuk shalat.

عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُرُوا أَوْلادَكُمْ بِالصَّلاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ (أخرجه ابوداود في كتاب الصلاة)
Dari ‘Amar bin Syu’aib, dari ayahnya dari kakeknya ra., ia berkata: Rasulullah saw. Bersabda: “perintahlah anak-anakmu mengerjakan salat ketika berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka karena meninggalkan salat bila berumur sepuluh tahun, dan pisahlah tempat tidur mereka (laki-laki dan perempuan)!”. (HR.Abu Daud dalam kitab sholat)”.

Pada usia tujuh tahun anak diperintahkan untuk shalat agar mereka terbiasa dan merasa nyaman melakukan shalat. Setelah sampai usia sepuluh tahun orang tua boleh memukul ketika anak meninggalkan shalat karena mereka sudah baligh atau mendekati baligh. Adapun diperbolehkannya memukul terhadap  anak  usia sepuluh tahun karena pada usia tersebut merupakan batas usia seorang anak sudah bisa atau tahan menerima pukulan. Pukulan yang dimaksud adalah pukulan yang tidak menyakitkan dan menghindari wajah.
Syarat diperbolehkannya memukul anak kecil:
a.       Hendaklah pukulan itu tidak terfokus pada satu anggota badan
b.      Hendaknya ada jeda waktu di antara dua pukulan, sehingga dapat meringankan rasa sakit yang ditimbulkan
c.       Hendaknya orang yang memukul tidak meninggikan tangannya sehingga pukulannya tidak terlalu menyakiti
d.      Hendaklah para pendidik tidak memukul ketika dirinya dalam keadaan marah
e.       Tidak memukul ketika sang anak menyebut nama Allah
f.           Tidak memukul sebelum anak mencapai usia sepuluh tahun. Syarat dalam memukul adalah bertujuan mendidik, bukan karena marah, dendam, atau kebencian dan hendaklah hal itu merupakan bagian dari sebuah pendidikan.[14]







BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Anak merupakan titipan yang diberikan Allah kepada orang tua yang diamanahkan untuk menjaganya, merawat dengan penuh kasih sayang dengan sepenuh hati pula. Dengan demikian kita harus mensyukuri nikmat Allah yang sangat besar ini dengan merawat dan menjaganya dengan baik.
Selain itu, bentuk rasa kasih sayang bisa dilakukan dengan mengaqiqahi anaknya. Karena anak pada hakikatnya tergadai dan tebusan satu-satunya adalah dalam bentuk ibadah yaitu dengan aqiqah. Hal ini seperti yang tertera dalam hadis yang berbunyi:

عَنْ سَمُرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْغُلامُ مُرْتَهَنٌ بِعَقِيقَتِهِ يُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ السَّـابِعِ وَيُسَمَّى وَيُحْـلَقُ رَأْسُـه( أخرجه الترمذي في كتاب الاضاحي)
Selain itu, anak juga harus diberikan pelajaran-pelajaran wajib yang harus diketahui sesuai dengan jenjang umurnya. Misalnya, ketika anak sudah berusia tujuh tahun maka orang tua wajib melatih anaknya untuk shalat, dengan melatih dan mengajarkan anak untuk melakukan shalat pada usia dini maka akan menjadi kebiasaan rutinitas yang baik untuk anak.

B.     Saran
Demikian makalah yang dapat kami selesaikan, semoga dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi dunia pendidikan, khususnya dalam hal mendidik anak. Selain itu, semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca terkhusus untuk para pemakalah sendiri.
Kami sadar dalam pembuatan makalah ini masih jauh mendekati kesempurnaan, untuk itu kritik saran yang membangun sangat kami tunggu untuk perbaikan dalam pembuatan makalah kami selanjutnya.




DAFTAR PUSTAKA

Jauhari Muchtar,  Heri. 2008. Fikih Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Kazhim, Muhammad Kazhim. 2011. Sukses Mendidik Anak. Solo: Pustaka Arafah.
Mansur. 2009. Pendidikan Anak Usia Dini. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Uhbiyati, Nur. 2013. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan Islam. Semarang: Pustaka Riski Putra
Umar, Bukhari. 2012. Hadistarbawi Pendidikan Dalam Perspektif Hadis. Jakarta: Amzah.
Harsojo.  1972. Apakah Ilmu Itu dan Ilmu Gabungan Tentang Tingkah Laku Manusia, Bandung.
http://asysyariah.com/sunnah-sunnah-fithrah-masalahkhitan/ diakses pada tanggal 25 September 2014, Pukul 15.47 WIB.




[1] Bukhari Umar, HadisTarbawi: Pendidikan  dalam perspektif hadis, (Jakarta: AMZAH, 2012), hlm. 7
[2] Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini, (Yogyakarta: 2009, Pustaka Pelajar), hlm. 84
[3] Prof. Drs. Harsojo, Apakah Ilmu Itu dan Ilmu Gabungan Tentang Tingkah Laku Manusia, (Bandung: 1972), hlm.263
[4] Nur Uhbiyati, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan Islam, (Semarang: 2013, Pustaka Riski Putra), hlm. 94
[5]http://ariastriyandi.blogspot.com/2012/11/aspek-aspek-pendidikan.htmldiaksespadatanggal 25 September 2014, Pukul 15.19
[6]Ahmad bin al-Husain bin ‘Ali bin Musa Abu Bakar al-Baihaqy, Sunan al-Baihaqy al-Kubra, Makkah al-Mukarramah: Maktabah dar al-Baz, Juz 10, 1414, 1994, h. 15.                               

[7] Bukhari Umar, Hadis Tarbawi, (Jakarta: 2012, AMZAH), hal. 168
[8] Bukhari Umar, Hadis Tarbawi, (Jakarta: 2012, AMZAH), hal. 169
[9]Sayid Usman,  Fariyasan Bagus, hlm. 174
[10]http://asysyariah.com/sunnah-sunnah-fithrah-masalah-khitan/diaksespadatanggal 25 September 2014, Pukul 15.47
[11] Heri Jauhari Muchtar, Fikih Pendidikan, (Bandung: REMAJA ROSDAKARYA, 2008), hlm 75-84
[12] HR. Bukhari dan Muslim
[13] Heri Jauhari Muchtar,  Fikih Pendidikan, (Bandung: REMAJA ROSDAKARYA, 2008), hlm 91-92
[14] Muhammad Nabil Kazhim, Sukses mendidik anak, (Solo: 2011, Pustaka Arafah), hal. 33

No comments:

Post a Comment