Wednesday 31 December 2014

Islam dan Pluralisme

MAKALAH

ISLAM DAN PLURALISME


Dipresentasikan dalam Mata Kuliah
Pengantar Studi Islam
yang diampu oleh: M. Rikza Chamami, MSI







                                                               







Disusun oleh :

1.      Luqman Hakim                       (133911036)
2.      Ulfa Nurul Wakhidah              (133911037)
3.      Iin Nabilah                              (133911038)
4.      Novita Erna Wati                    (133911040)



FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
TAHUN 2014




BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam merupakan agama universal yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, persamaan hak dan mengakui adanya pluralisme agama. Pluralisme agama yang ada di dalam Islam merupakan aturan yang telah ditetapkan didalam sunnatullah yang tidak bisa dirubah maupun di tolak oleh manusia. Hal ini berarti Islam sangat menghargai adanya pluralisme dengan mengakui adanya hak-hak penganut agama maupun ajaran-ajaran masing-masing. Sesuai dengan dali al-Qur’an Surat al-Maidah ayat 69.
¨bÎ) šúïÏ%©!$# (#qãYtB#uä šúïÏ%©!$#ur (#rߊ$yd tbqä«Î6»¢Á9$#ur 3t»|Á¨Y9$#ur ô`tB šÆtB#uä «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ̍ÅzFy$# Ÿ@ÏJtãur $[sÎ=»|¹ Ÿxsù ì$öqyz óOÎgøŠn=tæ Ÿwur öNèd tbqçRtøts ÇÏÒÈ  
Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, Shabiin dan orang-orang Nasrani, siapa saja (diantara mereka) yang benar-benar saleh, Maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.

Ayat ini menjelaskan bahwa keselamatan pada hari akhir akan dicapai oleh semua kelompok agama yang berbeda-beda dalam pemikiran dan pandangan agamanya berhubungan dengan akidah dan kehidupan dengan satu syarat yaitu memenuhi kaidah  iman kepada Allah, hari akhir,dan beramal shalih.[1]
Selainitu, Indonesia merupakan negara multikultural yang sangat beragam etnis, suku, bahasa, budaya, agama dan gender. Negeri ini secara fisik terdiri dari 13.000 pulau, dimana di dalam pulau-pulau tersebut terdapat subetnis yang memiliki berbagai corak bahasa dan adat istiadat. Olehkarena itu, pluralitas dalam negeri ini merupakan sesuatu yang tidak mungkin ditolak karena pluralisme bisa dikatakan sebagai ibu kandung atau bapak moyang negeri ini.[2]

B.  Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan beberapa rumusan masalah diantaranya adalah sebagai berikut:
1.      Apakah pengertian Islam?
2.      Apasajakah ruang lingkup Islam?
3.      Apa yang dimaksud dengan Pluralisme?
4.      Bagaimana Pandangan Islam terhadap Pluralisme?
5.      Bagaimana Pluralisme di Indonesia?























BAB II
PEMBAHASAN

1.      Pengertian Islam
a.       Definisi Islam
Secara etimologis, Islam berasal dari bahasa arab yaitu  اسلم – يسلم – اسلم – اسلاماً        kata اسلاما mempunyai arti “menyerahkan diri”. Dari asal kata itu dibentuk aslama yang berarti memelihara dalam keadaan selamat dan sentosa, dan juga berarti menyerah diri, tunduk, patuh dan taat. Kata aslama menjadi pokok dalam Islam, yang mengandung berbagai pemaknaan disetiap pokoknya. Dengan demikian, Orang yang masuk islam maka secara otomatis orang itu muslim, yaitu menyatakan bahwa dirinya taat, menyerahkan diri, dan pasti terjamin keselamatan hidupnya di dunia dan di akhirat.[3] Sebagaimana firman Allah dalam Qs. Al- Baqarah ayat 112:
4n?t/ ô`tB zNn=ór& ¼çmygô_ur ¬! uqèdur Ö`Å¡øtèC ÿ¼ã&s#sù ¼çnãô_r& yYÏã ¾ÏmÎn/u Ÿwur ì$öqyz öNÎgøŠn=tæ Ÿwur öNèd tbqçRtøts
112. (tidak demikian) bahkan Barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, Maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
Secara terminologis, Islam menurut Ahmad Abdullah Almasdoosi sebagai kaidah hidup yang diturunkan manusia sejak manusia digelarkan ke muka bumi, dan terbina dalam bentuk yang sempurna dalam Al-Qur’an yang diwahyukan oleh Allah kepada Nabi-Nya yang terakhir, yaitu Nabi Muhammad; yang memuat tuntunan yang jelas dan lengkap tentang aspek kehidupan manusia baik secara spiritual maupun material.[4]
Sedangkan pengertian Islam secara istilah adalah sebagai agama yang mengatur manusia agar selamat, sejahtera, aman, damai, dan menyerahkan diri kepada Allah, patuh dan tunduk kepada-Nya serta mau beribadah dengan penuh kesadaran dan keikhlasan. Sedangkan di dalam sebuah hadis dijelaskan bahwa agama Islam adalah agama yang diturunkan Allah kepada Muhammad melalui malaikat jibril dengan tujuan agar manusia tersebut patuh dan tunduk kepada-Nya.[5]
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Islam adalah agama yang diturunkan Allah kepada manusia melalui rasul-Nya yang berisi hukum-hukum untuk mengatur hubungan segitiga yaitu hubungan antara manusia dengan Allah (hablum min Allah), hubungan manusia dengan sesama manusia (hablum min Annas), dan hubungan antara manusia dengan lingkungan alam semesta.
2.      Ruang Lingkup Islam
Secara garis besar Islam memiliki ruang lingkup yang saling berkaitan yaitu ruanglingkup keyakinan (akidah), lingkup norma (syari’at), dan prilaku (akhlak/behavior).
a.       Akidah
Akidah secara etimologis berarti ikatan, simpul, perjanjian yang kuat dan kokoh. Ikatan dalam hal ini merujuk pada makna dasar bahwa manusia sejak zaman azali sudah terikat dengan suatu perjanjian yang kuat untuk menerima dan mengakui adanya Allah yang menciptakan, mengatur dan menguasai dirinya.[6] Inti akidah adalah tauhid kepada Allah yang berarti satu (esa) yang merupakan dasar kepercayaan yang menjiwai manusia manusia dan seluruh aktifitas yang didedikasikan kepada Allah, dan terbebas dari perbuatan menyekutukan Allah (syirik).
Akidah sebagai objek kajian akademik mencakup beberapa aspek diantaranya, aspek Ilahiyah (ketuhanan), nubuwah, dan ruhaniyah arkanul iman (rukun iman). Pertama, pembahasan aspek ilahiyah meliputi segala sesuatu yang berkaitan dengan Tuhan, seperrti wujud Allah, sifat-sifat Allah, perbuatan dan nama-nama-Nya. Kedua, pembahasan tentang nubuwah berkaitan dengan Nabi dan Rasul, kitab-kitab allah, dan kemukjizatannya. Ketiga, aspek ruhaniyah membahas tentang segala sesuatu yang bersifat transcendental atau metafisik seperti ruh, malaikat, jin, iblis, dan setan. Yang Keempat, sam’iyah yang membahas tentang sesuatu yang dalil-dalil naqli berupa Al-Qur’an dan Sunnah, alam barzah, azab dan kubur.[7]
b.      Syari’at
Syari’at secara etimologis berarti jalan ketempat pengairan, atau jalan pasal yang ditirut atau tempat mengalir air di sungai. Seperti yang dijelaskan dalam QS. al-Maidah ayat 48 yang mengandung arti jalan yang jelas yang membawa kepada kemenangan, yaitu agama yang ditetapkan untuk manusia. Bagi siapapun yang mengikuti jalan yang jelas (agama) Allah SWT, niscaya akan sampai pada tempat mengalirnya air sehingga jiwanya menjadi bersih.[8]
Ruang lingkup syariat secara umum di kategorikan ke dalam dua aspek, yaitu:
1)   Ibadah adalah aturan mengenai hubungan langsung antara manusia dengan Allah, secara garis besar terdapat dalam rukun islam yang lima.
2)   Muamalah adalah peraturan mengenai hubungan manusia dengan sesama manusia, seperti jual beli dll.

c.       Akhlak
Akhlak secara bahasa merupakan jamak dari bentuk khulukun yang berarti budi pekerti, perangai, tabiat, adat, tingkah laku, atau system prilaku yang dibuat. Sedangkan secara terminologis akhlak adalah ilmu yang menentukan batas antara baik dan buruk baik berupa perkataan maupun perbuatan manusia, lahir dan batin.
Akhlak berarti budi pekertiatau perangai. Dalam berbagai literatur Islam, akhlak diartikan sebagai:
·         Pengetahuan yang menjelaskan arti baik dan buruk, tujuan perbuatan, serta pedoman yang harus diikuti
·         Pengetahuan yang menyelidiki perjalanan hidup manusia sebagai parameter perbuatan, perkataan, dan ihwal kehidupannya
·         Sifat permanen dalam diri seseorang yang melahirkan perbuatan secara mudah tanpa membutuhkan proses berfikir
·         Sekumpulan nilai yang menjadi pedomanberperilaku dan berbuat.[9]


3.      Pengertian Pluralisme
Istilah “pluralisme agama” masih sering disalah fahami atau mengandung pengertian yang kabur, meskipun secara terminologi sangat populer dan di sambut hangat secara universal. Secara etimologis, pluralisme agama berasal dari dua kata yaitu “pluralisme” dan “agama”. Dalam bahasa arab diterjemahkan “al-ta’addudiyahal- dinniyah”sedangkan di dalam bahasa inggris “religious pluralism”.
Pluralisme berarti “jama” atau lebih dari satu. Sedangkan di dalam kamus bahasa inggris pengertian pluralisme dilihat dari segi  sosio-politis merupakan suatu system yang mengakui koeksistensi keragaman kelompok, baik yang bercorak ras, suku, aliran maupun partai yang tetap menjunjung tinggi aspek-aspek perbedaan yang sangat karakteristik diantara kelompok-kelompok tersebut.
Para ahli di bidang sosiologi dan antropologi cenderung mendefinisikan agama dari segi sosialnya yaitu suatu sistem kehidupan yang mengikat manusia dalam satuan-satuan atau kelompok kehidupan sosial. Dengan demikian, definisi agama yang paling tepat adalah mencakup semua jenis agama, kepercayaan, sekte, maupun berbagai jenis ideologi modern seperti komunisme, humanisme, sekularisme nasionalisme dan lainnya. Dan jika pluralisme dirangkai dengan kata agama sebagai predikatnya, maka dapat diartikan bahwa pluralitas agama adalah kondisi hidup bersama (koeksistensi) antar agama (dalam arti yang luas) yang berbeda-beda dalam satu komunitas dengan tetap mempertahankan ciri-ciri spesifik atau ajaran masing-masing agama.[10]
Menurut M. Rasjidi memberikan definisi pluralisme sebatas sebagai realitas sosiologis, bahwa pada kenyataannya masyarakat memang plural. Namun demikian pengakuan terhadap realitas kemajemukan ini tidak berarti memberikan pengakuan terhadap kebenaran teologis agama-agama lain. Sedangkan menurut Mukti Ali dan Ali Shihab menyatakan pluralisme agama tidak sekedar memberikan eksistensi agama-agama lain, namun sebagai dasar membangun sikap menghargai dan membangun keharmonisan antar umat beragama.
Definisi lebih liberal tentang konsep pluralisme agama menurut gagasan Nurcholis Madjid, bahwa semua agama merupakan jalan kebenaran menuju tuhan. Dalam konteks ini, Madjid menyatakan bahwa keragaman agama tidak hanya merupakan realitas sosial, tetepi keragaman budaya justru menunjukan bahwakebenaran memang beragam. Pluralisme agama tidak hanya dipandang sebagai fakta sosial yang fragmentatif, tetapi harus diyakini faktanya mengenai kebenaran.[11]
Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa pluralisme adalah mengakui bahwa di dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, terdapat bukan hanya agama kita sendiri, tetapi ada pemeluk lain agama lainnya. Kita harus mengakui bahwa setiap agama dengan para pemeluknya masing-masing mempunyai hak yang sama untuk eksis. Maka yang harusdibangun adalah perasaan dan sikap saling menghormati, yaitu toleransi dalam arti aktif.
4.      Pandangan Islam terhadap Pluralisme
Konsep pluralisme dalam berbagai pandangan para intekektual Islam progresif telah menjadi diskursus yang sangat luas dan mendalam dalam dunia Islam termasuk di Indonesia. Bahkan pluralisme telah berkembang pesat dalam pemikiran Islam lewat penggalian hermeneutika al-Qur’an. Islam tidak menafsirkan pluralitas dalam masyarakat, tetapi pluralitas atau keanekaragaman dianggap sebagai sunanatullah (hukum Tuhan) sebagaimana pendapat para intelektual Islam progresif.
Banyak ayat al-Qur’an yang mengandung nilai-nilai Pluralitas telah digali sisi hermeneutisnya, diantaranya dalam al-Qur’an Surat al-Hujurat ayat 13 yaitu,
$pkšr'¯»tƒ â¨$¨Z9$# $¯RÎ) /ä3»oYø)n=yz `ÏiB 9x.sŒ 4Ós\Ré&ur öNä3»oYù=yèy_ur $\/qãèä© Ÿ@ͬ!$t7s%ur (#þqèùu$yètGÏ9 4 ¨bÎ) ö/ä3tBtò2r& yYÏã «!$# öNä39s)ø?r& 4 ¨bÎ) ©!$# îLìÎ=tã ׎Î7yz ÇÊÌÈ  
13. Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.

Berdasarkan ayat al-Quran ini dapat diketahui bahwa dijadikannya makhluk dengan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku adalah dengan harapan agar antara satu dengan yang lainnya dapat berinteraksi dengan baik dan positif. Dan diantara mereka diharapkan saling menghargai perbedaan. Sikap kaum muslim kepada penganut agama lain sebagaimana ditegaskan dalam al-Qur’an, yaitu berbuat baik kepada mereka dan tidak menjadikan perbedaan agama sebagai alasan untuk bersikap tidak saling toleransi.  Dalam al-Qur’an surat Hud ayat 118 yang berbunyi,
öqs9ur uä!$x© y7/u Ÿ@yèpgm: }¨$¨Z9$# Zp¨Bé& ZoyÏnºur ( Ÿwur tbqä9#ttƒ šúüÏÿÎ=tGøƒèC ÇÊÊÑÈ  
118. Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka Senantiasa berselisih pendapat,

Dari ayat ini dapat dipahami jikala Allah mau, dengan sangat mudahnya akan menciptakan manusia dalam satu group, monolitik, dan satu agama, tetapi Allah tidak menghendaki hal-hal tersebut.justru Allah menunjukkan pada realita, pada hakikatnya manusia itu berbeda-beda, dan atas dasar inilah orang berbicara tentang pluralisme kemudian setelah munculnya pluralisme, didalam al-Qur’an pun menanggapinya melalui surat al-baqarah ayat 213 yaitu:
tb%x. â¨$¨Z9$# Zp¨Bé& ZoyÏnºur y]yèt7sù ª!$# z`¿ÍhŠÎ;¨Y9$# šúï̍Ïe±u;ãB tûïÍÉYãBur tAtRr&ur ãNßgyètB |=»tGÅ3ø9$# Èd,ysø9$$Î/ zNä3ósuŠÏ9 tû÷üt/ Ĩ$¨Z9$# $yJŠÏù (#qàÿn=tF÷z$# ÏmŠÏù 4 $tBur y#n=tG÷z$# ÏmŠÏù žwÎ) tûïÏ%©!$# çnqè?ré& .`ÏB Ï÷èt/ $tB ÞOßgø?uä!%y` àM»oYÉit6ø9$# $JŠøót/ óOßgoY÷t/ ( yygsù ª!$# šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä $yJÏ9 (#qàÿn=tF÷z$# ÏmŠÏù z`ÏB Èd,ysø9$# ¾ÏmÏRøŒÎ*Î/ 3 ª!$#ur Ïôgtƒ `tB âä!$t±o 4n<Î) :ÞºuŽÅÀ ?LìÉ)tGó¡B  

213. manusia itu adalah umat yang satu. (setelah timbul perselisihan), Maka Allah mengutus Para Nabi, sebagai pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka kitab yang benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. tidaklah berselisih tentang kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, Yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkann itu dengan kehendak-Nya. dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus.

Pada ayat ini menimbulkan tiga fakta yaitu kesatuan umat di bawah satu Tuhan; kekhususan agama-agama yang di bawa oleh para nabi; dan peranan wahyu (kitab suci) dalam mendamaikan perbedaan di antara berbagai umat beragama. Dari ketiganya merupakan konsepsi fundamental al-Qur’an tentang pluralisme agama. Di satu sisi, konsepsi itu tidak mengingkari kekhususan berbagai agama, dan di sisi lain menekankan kebutuhan untuk mengakui kesatuan manusia dan kebutuhan saling memahami antar umat beragama. Kemajemukan sangat dihargai dalam agama Islam, karena Islam sebagai al-din merupakan agama Allah yang sesuai dengan fitrah kemanusiaan, salah satu fitrah itu adalah kemajemukan yang hakikatnya bersumber dari ajaran agama. [12]
Salah satu pokok dari pluralisme agama adalah munculnya kesadaran bahwa agama-agama berada dalam posisi dan kedudukan yang paralel. Argumen utama pluralisme dalam al-Qur’an didasarkan pada hubungan antara keimanan yang pribadi, dan proyeksi publiknya dalam masyarakat Islam. Berkenaan dengan keimanan pribadi itu, al-Qur’an bersifat non-intervisionis (misalnya, segala bentuk otoritas manusia tidak boleh mengganggu keyakinan batin individu). Sedangkan proyeksi public keimanan, sikap al-Qur’an didasarkan pada prinsip koeksistensi, yaitu kesediaan dari umat dominan untuk memberikan kebebasan bagi umat beragama lain dengan aturan mereka sendiri termasuk hidup berdampingan dengan orang Muslim.[13]
5.      Pluralisme di Indonesia
Wacana Pluralisme menjadi tema penting yang banyak mendapatkan sorotan dari sejumlah cendekiawan muslim. Dilihgat dari segi geografis, Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar dengan tingkat heterogenitas yang sangat tinggi di muka bumi ini, berdasarkan kenyaatan bahwa Indonesia terdiri dari 13.000 pulau, yang terdiri dari pulau yang besar dan kecil serta pulau yang dihuni dan tidak dihuni, dengan berbagai macam suku, agama, dan bahasa daerahnya yang jumlahnya mencapai ratusan, secara budaya negeri kita juga sangat heterogen.[14]
Pada masa awal keragaman dan keberbedaan diantara masyarakat Indonesia, menjadi modal sosial politik yang penting dalam merajut cita-cita menuju Indonesia merdeka, suku sunda, jawa dan sebagainya, serta etnis Arab, Melayu dan yang lain bekerjasama memperjuangkan kemerdekaan. Dalam beragamnya perbedaan tersebut membentuk solidaritas yang akhirnya dapat membentuk diri sebagai bangsa.
Dalam proses panjang itu, perbedaan, gejolak, bahkan konflik merupakan hal yang tidak bisa dinafikan, namun semua itu dapat terselesaikan melalui kemaslahatan dan kepentingan bersama dalam meraih kemerdekaan. Dengan demikian konflik tidak disikapi sebagai pertentangan diametral yang saling menafikan, tetapi sebagai dinamika kehidupan yang dikembangkan sebagai pengkayaan wawasan.[15]
Kenyataan pluralitas ini tidak mengherankan, sebab zaman modern ini tidak ada masyarakat yang tanpa pluralitas antar umat beragama, kecuali kota-kota tertentu seperti Vatican, Mekah dan Madinah serta Negara-negara muslim di timur tengah sampai saat ini masih memiliki kelompok-kelompok agama. Sebenarnya sangat masuk akal jika ada kekhawatiran ancaman perang saudara dalam masyarakat Indonesia. Sebab aspek-aspek heterogenitas dan kemajemukan.
Maka umat islam sebagai komunitas terbesar dalam masyarakat Indonesia harus memiliki rasa tangung jawab, Umat islam harus memiliki saham bagi pemeliharaan bangsa untuk menjaga dinamika pertumbuhan dan perkembangan di negeri ini, sesuai dengan ajaran agama. Pluralisme masyarakat Indonesia sangat penting ditengah pluralitas masyarakat.[16]
6.      Diskursus Anti Pluralisme dan Kritik Terhadapnya
Dalam fatwa MUI juli 2005 ditegaskan bahwa pengharaman pluralisme disebabkan paham yang “menyamakan semua agama”. Mengapa MUI menyatakan pluralisme agama merupakan yang haram diikuti umat Islam, KH. Ma’ruf Amin menjelaskan bahwa sebenarnya pluralisme agama dapat dimaknai sebagai perbedaan agama, bagi MUI tidak ada masalah. Pluralisme dikatakan menyimpang apabila pluralisme dimakanai:
Pertama, menyatakan semua agama benar. Pengertian semacam ini, bagi MUI tidak benar menurut semua ajaran agama. Menurut ajaran Islam sendiri seperti yang dikatakan KH. Ma’ruf Amin yang benar adalah agama Islam. Jika Islam yang benar maka yang lain salah, karena itu yang benar adalah agama Islam. Kedua, teologi pluralisme yaitu teologi yang mencampuradukkan berbagai ajaran agama menjadi satu, dan menjadi sebuah agama baru. Teologi semacam ini sama dengan sinkretisme, hal ini sama sekali tidak benar menurut MUI.[17]
Dari sudut pandang fatwa MUI, pluralisme dianggap sebagai ancaman teologis terhadap Islam. Ketua Ummum PP Muhammadiyah dan mantan Sekjen MUI, Din Syamsuddin, mengatakan pengharaman MUI terhadap pluralisme agama didasarkan pada anggapan bahwa hal tersebut sama dengan relativismeagama. Adian Husaini, penentang pluralism di Indonesia, menulis sebuah buku kecil dengan judul Pluralisme Agama: Haram! Fatwa MUI yang Tegas danTidak Kontroversional. Karya ini adalah bentuk dukungan terhadap MUI tantang pengharaman Pluralisme agama dan kecaman keras terhadap pembela pluralisme.
Menurut Adian, pluralisme sebenarnya merupakan “agama baru”, sebagaimana dia punya Tuhan sendiri, nabi, kitab suci dan ritual agama sendiri. Sebagaimana humanism juga merupakan agama, dan Tuhannya adalah nilai-nilai kemanusiaan. Olehkarenanya, Adian menyambut baik fatwa haram MUI terhadap pluralisme agama.
Menurut Anis Malik Thaha, intelektual Indonesia anti pluralisme yang berada di Malaysia, klaim pluralisme membawa implikasi yang berbahaya bagi manusia, baik menyangkut isu-isu yang bersifat teoritis, epistemologis, dan metodologis, sebagian bersifat ideologis dan nteologis, dan berhubungan dengan Isu yang lebih praktis, yaitu HAM (hak asasi manusia) khususnya kebebasan beragama. Selain itu, gagasan pluralisme sulit menjawab pertanyaan yang krusial, apakah benar-benar mampu memberikan solusi yang ramah terhadap konflik antar agama, sebagaimana yang diklaim oleh para penggagas dan penganjurnya. Atau bahkan menjadi masalah baru dalam fenomena pluralitas keberagamaan.
Selain itu, istilah pluralisme agama selama ini  didesain dalam bingkai sekular, liberal, dan logika barat yang menampik hal-hal yang berbau metafisis. Pluralisme adalah akar dari semua masalah. Agama dianggap sebagai respons manusia atau sebagai pengalaman keagamaan. Dan meniadakan datangnya agama dari Tuhan atau Zat yang maha Agung secara mentah-mentah. Agama hanya bisa beroperasi di wilayah yang sangat sempit dan privat antara hubungan manusia dengan Tuhannya yang secara otomatis adanya konsep dikotomisasi realitas: agama-negara, sacral-profan, dan individu-publik menjadi tidak tepat dan akurat.[18]
Kritik terhadap pikiran-pikiran anti-pluralisme
Dalam memandang agama lain, kelompok anti-pluralisme yang diwakili oleh Adian Husaini sering menggunakan standar penilaian yang dibuatnya sendiri untuk memvonis dan menghakimi agama lain. Secara teologis misalnya, meraka menganggap bahwa hanya agamanyalah yang paling otentik berasal dari Tuhan, sementara agama lain merupakan sebuah konstruksi manusia atau mungkin berasal dari Tuhan tetapi telah mengalami perombakan dan pemalsuan oleh umatnya sendiri.
Agama yang lain dipandang tidak sebagai jalan keselamatan, sehingga mereka menginginkan orang lain untuk mengikuti agamanya agar mereka memperoleh keselamatan. Ardian berusaha menjadikan fatwa MUI tentang sekulairisme, liberalisme, dan pluralisme bersifat umat muslim, dengan menjadikannya sebagai hukum positif.
Bagi seorang pemikir Muslim, pengembangan pluralisme tidak hanya untuk kepentingan sosial saja, tetapi secara sosiologis Islam meletakkan landasan yang kuat bagi kesetaraan hidup dalam masyarakat. Pluralitas merupakan anugrah yang harus disyukuri karena mampu menjadikan potensi yang positif bagi pembangunan dan kemajuan peradaban melalui pemenuhan kebebasan. Akantetapi, jika tidak dikelola secara arif dan bijaksana maka akan membelenggu kebebasan sesama warga negara, terutama jika terjadi kelompokm mayoritas yang mendiskriminasi kelompok minoritas.[19]











BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Islam tidak memandang pluralisme sebagai sebuah perpecahan yang berdampak negatif, akantetapi Islam memandang pluralisme sebagai rahmat yang Allah turunkan kepada makhluk-Nya. Dengan pluralitas, kehidupan menjadi dinamis dan tidak stagnan karena terdapat kompetisi dari masing-masing elemen untuk berbuat yang terbaik. Hal ini membuat hidup menjadi tidak membosankan karena selalu ada pembaruan menuju kemajuan.
Pluralisme merupakan hukum Allah yaitu bahwa Allah telah menciptakan manusia secara plural, beragam dan berbeda-beda dan berwarna-warni bahkan tidak ada yang sama didunia ini. Pluralisme ingin mengenalkan kepada manusia akan adanya keberanekaragaman dalam hal budaya, pikiran, ideology, ras, keyakinan, jenis kelamin, biologis, sosial, geografis dan sebagainya. Pluralisme merupakan pandangan dasar islam sekaligus cara yang baik untuk mengatasi konflik dan kekerasan antar masyarakat.
Pluralisme adalah penngakuan terhadap keyakinan setiap orang atas kebenaran agama masing-masing, kemudian mencari titik temu dan bersepakat untuk berbeda dengan sikap saling menghargai mengenai hal yang tidak menemukan suatu titik temu. Dan apabila sudah disepakati maka akan damai dalam perbedaan. Pentingnya nilai perdamaian dijelaskan dalam al-Qur’an Surat al-Anfal ayat 61
bÎ)ur (#qßsuZy_ ÄNù=¡¡=Ï9 ôxuZô_$$sù $olm; ö@©.uqs?ur n?tã «!$# 4 ¼çm¯RÎ) uqèd ßìŠÏJ¡¡9$# ãLìÎ=yèø9$# ÇÏÊÈ  
Dan jika mereka condong kepada perdamaian, Maka condonglah kepadanya dan bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah yang Maha mendengar lagi Maha mengetahui.
Keragaman dan keberbedaan diantara masyarakat Indonesia, menjadi modal sosial politik yang penting dalam merajut cita-cita menuju Indonesia merdeka, melalui banyaknya perbedaan baik dari segi agama, suku, ras dan budaya saling bekerjasama memperjuangkan kemerdekaan. Dalam beragamnya perbedaan tersebut membentuk solidaritas yang akhirnya dapat membentuk diri sebagai bangsa.
Dalam proses panjang itu, perbedaan, gejolak, bahkan konflik merupakan hal yang tidak bisa dinafikan, namun semua itu dapat terselesaikan melalui kemaslahatan dan kepentingan bersama dalam meraih kemerdekaan. Dengan demikian konflik tidak disikapi sebagai pertentangan diametral yang saling menafikan, tetapi sebagai dinamika kehidupan yang dikembangkan sebagai pengkayaan wawasan.

B.     Saran
Demikian persembahan makalah kami tentang “Islam dan Pluralisme”, semoga dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, terkhusus untuk para pemakalah. Kami sadar dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kritik dan saran yang konstruktif sangat diharapkan untuk perbaikan dalam pembuatan makalah selanjutnya.



















DAFTAR PUSTAKA

Amir Aziz, Ahmad. NEO-MODERNISME ISLAM DI INDONESIA. Jakarta: RINEKA CIPTA, 1999.
Fatah, Rohadi Abdul dan Sudarsono. Ilmu dan Teknologi Dalam Islam. Jakarta: Rieneka Cipta, 1990.
Mahfud, Rois. AL-ISLAM Pendidikan Agama Islam.Palangka Raya: Erlangga, 2011.
Munawar, Budhy. ARGUMEN ISLAM UNTUK PLURALISME ISLAM PROGRESIF DAN PERKEMBANGAN DISKURSUSNYA. Jakarta: GRASINDO, 2010.
Rakhmat, Jalaluddin. ISLAM dan PLURALISME Akhlak Quran Menyikapi Perbedaan. SERAMBI.
Razak, Nasruddin.  Dienul Islam. Bandung: Al ma’arif, 1989.
Ridwan, Nur Khalik. Pluralisme Borjuis. Yogyakarta: Galang Press, 2002.
Sachedina, Abdulaziz. Kesetaraan Kaum Beriman: Akar Pluralisme Demmokratis dalam Islam. Jakarta: Serambi, 2002.
Sumbulah, Umi. Islam “Radikal” dan pluralisme agama. Jakarta: Badan litbang dan diklat kementrian agama RI, 2010.
Syukur, Amin. PENGANTAR STUDI ISLAM. Semarang: Pustaka Nuun, 2010.
Toha, Anis Malik. TREN PLURALSME AGAMA. Jakarta: Perspektif, 2005.
Usman, Ali. MENEGAKKAN PLURALISME Fundamentalisme-Konservatif di Tubuh Muhammadiyah. Jakarta: LSAF, 2008.
Qodir, Zuly. PEMBAHARUAN PEMIKIRAN ISLAM Wacana dan Aksi Islam Indonesia. Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR, 2006.
Biodata Pemakalah
Nama                           : Lukman Hakim
NIM                            : 133911036
Jurusan/Prodi              : PGMI
TTL                             :
Tempat Tugas              :
Pendidikan SD-S1      :
Alamat                                    :
Nomor telepon            :
Email                           :

Nama                           : Ulfa Nurul Wakhidah
NIM                            : 133911037
Jurusan/Prodi              : PGMI
TTL                             : Jepara, 09 Agustus 1995
Tempat Tugas              :
Pendidikan SD-S1      :
Ø  SD N 01 Karangaji Kedung Jepara
Ø  MTS Mabdaul Huda Karangaji Kedung Jepara
Ø  Ma Ki Aji Tunggal Karangaji Kedung Jepara
Ø  S1 UIN Walisongo Semarang
Alamat                                    : Ds. Karangaji RT/RW 17/05 Kec. Kedung Kab. Jepara
Nomor telepon            :085640237035
Email                           : ulfawchnur@gmail.com

Nama                           : Iin Nabilah
NIM                            : 133911038
Jurusan/Prodi              : PGMI
TTL                             :Jepara, 21 Juni 1995
Tempat Tugas              :
Pendidikan SD-S1      :
                                    MI Fatihul Huda
MTs Fatihul Huda
MA Fatihul Huda
Alamat                                    :
Nomor telepon            :
Email                           :

Nama                           : Novita Erna Wati
NIM                            : 133911040
Jurusan/Prodi              : PGMI
TTL                             :
Tempat Tugas              :
Pendidikan SD-S1      :
Alamat                                    :
Nomor telepon            :
Email                           :


[1] Jalaluddin Rakhmat, ISLAM dan PLURALISME Akhlak Quran Menyikapi Perbedaan, SERAMBI, Hlm. 22-23.
[2] Zuly Qodir, PEMBAHARUAN PEMIKIRAN ISLAM Wacana dan Aksi Islam Indonesia, (Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR, 2006), hlm. 88.
[3] Nasruddin Razak, Dienul Islam, (Bandung: Al ma’arif, 1989), hlm. 56.
[4] Rois Mahfud, AL-ISLAM Pendidikan Agama Islam, (Palangka Raya: Erlangga, 2011), hlm. 4.
[5] Rohadi Abdul Fatah dan Sudarsono, Ilmu dan Teknologi Dalam Islam, (Jakarta: Rieneke Cipta, 1990), hlm. 6-7.
[6] Rois Mahfud, AL-ISLAM Pendidikan Agama Islam, (Palangka Raya: Erlangga, 2011), hlm. 10.
[7] Rois Mahfud, AL-ISLAM Pendidikan Agama Islam, (Palangka Raya: Erlangga, 2011), hlm. 11
[8] Rois Mahfud, AL-ISLAM Pendidikan Agama Islam, (Palangka Raya: Erlangga, 2011), hlm. 22.
[9] Rois Mahfud, AL-ISLAM Pendidikan Agama Islam, (Palangka Raya: Erlangga, 2011), hlm. 96.
[10] Anis Malik Toha, TREN PLURALSME AGAMA, (Jakarta: Perspektif, 2005), hlm. 11-14.
[11] Umi Sumbulah, Islam “Radikal” dan pluralisme agama, (Jakarta: Badan litbang dan diklat kementrian agama RI, 2010), hlm. 48.
[12] Budhy Munawar, ARGUMEN ISLAM UNTUK PLURALISME ISLAM PROGRESIF DAN PERKEMBANGAN DISKURSUSNYA, (Jakarta: GRASINDO, 2010), hlm. 91-93.
[13] Abdulaziz Sachedina, Kesetaraan Kaum Beriman: Akar Pluralisme Demmokratis dalam Islam, (Jakarta: Serambi, 2002), hlm. 51.
[14] Ahmad Amir Aziz, NEO-MODERNISME ISLAM DI INDONESIA, (Jakarta: RINEKA CIPTA, 1999), hlm. 49.
[15] Ali Usman, MENEGAKKAN PLURALISME Fundamentalisme-Konservatif di Tubuh Muhammadiyah, (Jakarta: LSAF, 2008), hlm. 334-335.
[16] Nur Khalik Ridwan, Pluralisme Borjuis, (Yogyakarta: Galang Press, 2002), hlm. 132-138.
[17] Budhy Munawar, ARGUMEN ISLAM UNTUK PLURALISME ISLAM PROGRESIF DAN PERKEMBANGAN DISKURSUSNYA, (Jakarta: GRASINDO, 2010), hlm. 1-2.
[18] Budhy Munawar, ARGUMEN ISLAM UNTUK PLURALISME ISLAM PROGRESIF DAN PERKEMBANGAN DISKURSUSNYA, (Jakarta: GRASINDO, 2010),  hlm. 106-114.
[19] Budhy Munawar, ARGUMEN ISLAM UNTUK PLURALISME ISLAM PROGRESIF DAN PERKEMBANGAN DISKURSUSNYA, (Jakarta: GRASINDO, 2010), hlm. 114-121. 

No comments:

Post a Comment